Kamis, 26 September 2013

Muhammadiyah Go International


Untuk kali pertama dalam sejarah, Muktamar Muhammadiyah dihadiri cabang-cabang istimewa yang ada di luar negeri. Dalam pertemuan Muhammadiyah internasional yang diselenggarakan satu hari menjelang Muktamar,hadir para utusan dari Malaysia, Singapura,Thailand, Mesir,Belanda, Kamboja, dan negara-negara lainnya. Kenyataan itu menunjukkan bahwa Muhammadiyah sudah tidak lagi menjadi gerakan Islam yang berskala nasional, tetapi sudah go international. Berdirinya cabang-cabang Muhammadiyah di luar negeri merupakan jaringan keagamaan dan gerakan yang memperkuat Muhammadiyah di Indonesia. Meskipun secara ideologis mereka memiliki banyak kesamaan, secara struktural cabang-cabang Muhammadiyah di luar negeri tidak terkait langsung dan memiliki "keistimewaan" dibandingkan dengan Muhammadiyah di Indonesia. Secara struktural, mereka langsung di bawah koordinasi PP Muhammadiyah. Di Indonesia, secara struktural cabang Muhammadiyah berada di bawah Daerah, Wilayah, dan Pusat. Persyaratan amal usaha juga berbeda. Di Indonesia, cabang Muhammadiyah dibentuk apabila memiliki sekurang-kurangnya tiga ranting dan memiliki amal usaha. Hubungan PP Muhammadiyah dengan cabang di luar negeri tidak bersifat komando, tetapi lebih bersifat afiliatif-koordinatif.

Keturunan Indonesia
Perkembangan Muhammadiyah di luar negeri disebabkan oleh faktor keturunan. Mereka adalah keturunan Indonesia yang bermukim di luar negeri sebagai mahasiswa, penduduk tetap, dan warga negara. Lahirnya Muhammadiyah cabang Singapura dan Malaysia dibawa para guru yang masuk ke negara-negara tersebut, terutama guru agama. Mereka mengajar di sekolah-sekolah dan tempat-tempat ibadah. Dilihat dari asal-usulnya, mayoritas anggota Muhammadiyah di Negara-negara Asia Tenggara adalah keturunan Sumatera Barat dan Jawa. Masuknya keturunan Sumatera di kawasan Asia Tenggara tidak dapat dilepaskan dari pergaulan dan penyebaran orang-orang Melayu yang sejak awal sudah memiliki kontak intensif, baik pada aspek kebudayaan, intelektual, maupun politik. Bahasa Melayu yang merupakan lingua franca dipergunakan masyarakat di enam Negara, yaitu Indonesia, Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam, Thailand Selatan, dan Filipina Selatan. Bahkan dalam perkembangannya, bahasa Melayu tidak hanya menjadi identitas Melayu, tetapi sudah menjadi identitas Islam. Dekatnya hubungan di antara bangsa-bangsa Melayu terlihat jelas ketika beberapa tokoh perjuangan Indonesia dan Malaysia yang pernah berencana untuk memproklamirkan kemerdekaan bersama-sama. Mohammad Hatta dan Soekarno melakukan kontak intensif dengan para tokoh perjuangan Malaysia (Farish Noor, 2002).

Jaringan intelektual di kalangan para ulama Nusantara sudah terbina sejak abad XVII. Jaringan tersebut tidak hanya terjadi di kawasan regional, tetapi juga jaringan ulama di Timur Tengah, khususnya Makkah dan Madinah (Azra, 2002). Para ulama keturunan Indonesia menetap di kawasan Asia Tenggara. Kyai Saleh Darat, guru KH Ahmad Dahlan dan KH Hasyim Asy'ari pernah bermukim di Singapura ketika masih dalam masa perlawanan dari kekuasaan Belanda. Kapal-kapal yang mengangkut jamaah haji dari Jawa selalu singgah beberapa waktu lama di Singapura pada saat keberangkatan atau pulang dari Makkah (Sudja, 1989). Perkembangan Muhammadiyah di Asia Tenggara juga pengaruhi penyebaran keluarga Muhammadiyah. Setelah menyelesaikan studinya di Lahore, India, Irfan Dahlan menetap di Thailand. Sampai akhir hayatnya, salah seorang putra kandung KH Ahmad Dahlan tersebut, aktif melakukan dakwah Islam. Begitu pula Muhammadiyah di Singapura. Generasi awal Muhammadiyah berasal dari Yogyakarta dan kota-kota di Jawa lainnya. Perkembangan Muhammadiyah di Iran sangat terkait dengan kiprah para mahasiswa Muhammadiyah. Cabang istimewa Muhammadiyah di Iran dirintis aktivis Pemuda Muhammadiyah Jakarta yang sedang menempuh program doktor di Iran. Hal serupa juga terjadi di Kairo. Putra-putra Muhammadiyah yang belajar di Al-Azhar Kairo membentuk cabang Muhammadiyah Kairo yang jumlah anggotanya cukup besar. Sebagaimana ditulis Mona Abasa (2002) dalam ''Education and Exchanges'', para mahasiswa Indonesia di Kairo yang mayoritas tinggal di Riwaq memungkinkan mereka melakukan interaksi dengan mahasiswa dari negara-negara serumpun. Pola itu, memungkinkan mereka untuk mempertahankan dan mengembangkan paham keagamaan yang relatif sama. Cabang Muhammadiyah di Belanda dirintis kalangan profesional yang sudah menjadi penduduk setempat. Sebagian mereka tinggal di Belanda, Jerman, dan negara-negara Uni Eropa lainnya. Di Inggris, jumlah warga Muhammadiyah cukup besar, sebagian besar mereka adalah para mahasiswa atau warga Negara Indonesia yang menikah dengan warga Inggris. Rintisan pendirian cabang Muhammadiyah masih terus dilakukan.

Perubahan Anggaran Dasar
Realitas bahwa Muhammadiyah telah memiliki jaringan internasional memungkinkan adanya dua perubahan. Pertama, perubahan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga. Dalam AD/ART sekarang ini disebutkan bahwa ruang lingkup gerakan Muhammadiyah berada dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Karena ketentuan itu, Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Timor Timur yang pernah berdiri, kini terpisah dari Muhammadiyah di Indonesia, setelah provinsi tersebut menjadi Negara Timor Leste. Pembentukan struktur Muhammadiyah memang terkesan kaku dan sangat berorientasi pada pemerintah. Struktur kepemimpinan sangat terikat dengan wilayah administrasi pemerintahan, khususnya untuk tingkat Pimpinan Daerah dan Wilayah. Pembentukan dan wilayah Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) dan cabang-cabangnya terikat dengan wilayah Kabupaten/Kota. Padahal, dalam beberapa kasus, hal itu kurang efektif. Misalnya, Pimpinan Cabang Muhammadiyah (PCM) Mranggen berada di wilayah PDM Demak, padahal secara kultural dan geografis lebih dekat ke PDM Kota Semarang. Karena itu, Muhammadiyah perlu melakukan perubahan AD/ART menyangkut ruang lingkup wilayah gerakan dan struktur administrasi organisasi. Sebagai sebuah gerakan keagamaan Muhammadiyah tidak perlu ragu untuk merubah wilayah gerakannya menjadi gerakan Islam dan dakwah internasional.

Perubahan yang kedua adalah struktur kepemimpinan dan kualitas kepemimpinannya. Luasnya wilayah gerakan membutuhkan kualitas pemimpin yang lebih tinggi. Karena itu, kepemimpinan Muhammadiyah perlu diisi oleh mereka yang memiliki jaringan internasional, baik dengan organisasi-organisasi internasional maupun Non Governance Organization/NGO (organisasi di luar pemerintahan). Kemampuan komunikasi menjadi prasyarat penting dalam kepemimpinan Muhammadiyah. Dalam konteks dunia global, Muhammadiyah sudah seharusnya melakukan transformasi pemikiran dan dakwah dalam konteks internasional. Muhammadiyah tidak boleh tinggal diam menyaksikan kesenjangan dan ketidakadilan global, pemiskinan sistematis, dan intervensi negara adi kuasa atas negara lainnya. Dengan jaringan internasionalnya, baik sumber daya manusia maupun organisasi, Muhammadiyah memiliki kemampuan mediasi dan perekat di antara negara-negara muslim. Sudah saatnya, Muhammadiyah menata sistem organisasi dan kepemimpinan untuk go international. Muhammadiyah memiliki pengalaman bekerja sama dengan organisasi dan NGO internasional. Semoga dalam Muktamar kali ini tidak terkuras energinya untuk persoalan figur ketua dan melupakan agenda-agenda keumatan global. (34h)

Sumber:
www.suaramerdeka.com/harian/0507/05/nas04.htm

0 komentar:

Posting Komentar

Monggo meninggalkan komentar terbaik